Aji berjalan pelan
menuju meja nomor 4 itu. Rasa gugup mulai menghantui dirinya. Terbersit untuk
berbalik dan pergi dari sana. Tidak! Itu bukan dirinya, bukan Aji namanya bila
ia harus mengalah pada rasa tidak percaya diri ini. Inilah moment yang ia
tunggu selama 2 tahun. Walau diselimuti rasa bimbang dan ragu, perlahan-lahan
Aji mendekati meja itu. Disana telah menunggu seorang gadis mungil berparas
manis, berjilbab merah muda yang menutupi helai-helai rambutnya. Matanya
membulat jenaka dengan senyum terlukis dari raut wajahnya ketika Aji tiba
dimeja itu. Inilah gadis yang ia cintai selama 2 tahun terakhir. Sahabat dan
satu-satunya cinta dihati Aji. Ini adalah kesempatannya, ini adalah waktunya
dimana ia akan menyatakan perasaaan yang terpendam selama ini.
“Baru datang ji?”
Putri menyambut kedatangan Aji sekaligus memecahkan rasa gugup dan kebimbangan
yang menghantuinya.
“Iya, udah lama nunggu
put? Maaf tadi jalannya agak macet” Jawab Aji dengan rasa gugup yang semakin
membuncah di dada
“Gak kok, baru aja.
Pesan dulu gih” Dengan segera Aji mengangkat tangannya dan memesan makanan.
Saat sibuk bercanda dan tertawa bersama, seorang pelayan datang membawa makanan
yang mereka pesan. Hal ini membuat dua sejoli itu tersentak kaget.
“Makasih mas” ucap
mereka bersamaan
Mereka pun sibuk
menyantap pesanan masing-masing. Tapi Aji yang sedang kalut dengan pikirannya
memilih menundukan kepala dalam diam. Menyiapkan rangkaian kata-kata untuk
menyatakan semua yang dia rasakan selama ini membuat keringat Aji mengucur
deras. Pikirannya kembali pada masa dimana dia pertama kali menjalin pertemanan
dengan seorang Putri didepannya ini.
***
Suasana kelas berwarna
ungu dan hijau polos itu tengah ricuh karena guru yang seharusnya mengajar
sedang berhalangan hadir. Murid-murid dikelas pun sibuk dengan kegiatannya
masing-masing. Disudut kelas terlilhat sekelompok murid laki-laki sedang
bermain domino. Disudut lain duduk sekelompok murid perempuan yang sedang asik
bertukar cerita satu sama lain. Aji yang sedang bermain domino sesekali mencuri
pandang ke arah seorang gadis yang dengan mata jenakanya tengah bersemangat
berbagi cerita pada teman-temannya. Ternyata perempuan bernama Putri itu juga
menatap ke arah Aji, membuat pandangan mereka bertemu. Dengan manis Putri
memberikan senyumannya pada Aji. Senyum itu untuknya! Seketika itu juga Aji
membuang wajahnya untuk menghilangkan salah tingkah yang akan membuatnya
terlihat konyol. Senyum mengembang dibibir tipisnya. Saat melihat Putri
tersenyum membuat dadanya sesak diselimuti keteduhan. Itulah untuk pertama
kalinya Aji merasakan getaran aneh yang menjalar ke seluruh tubuhnya.
Hari-hari
berlalu begitu saja, Aji tetap memendam getaran aneh dalam hatinya. Setiap hari
alasannya bersemangat sekolah hanya untuk bertemu dan memandang wajah manis
Putri. Melihatnya berbicara, menatap, berpikir dan tertawa membuat perasaan
untuk memiliki Putri semakin menggebu-gebu. Hingga suatu sore, dirumah
berukuran sedang yang terletak disudut kota itu, Aji duduk didepan laptop
kesayangannya dan membuka akun facebooknya .
Tanpa diduga di saat bersamaan Putri juga tengah membuka akunnya. Aji mulai
membuka percakapan dengan Putri melalui aplikasi chatting yang tersedia di
jejaring sosial itu. Dengan perasaan cemas yang menyelimuti, Aji menunggu balasan.
Ternyata Putri membalasnya dan kesan pertama Aji saat itu, Putri seorang
perempuan yang supel, apa adanya dan sedikit cerewet terlebih bila sedang
diajak bercengkrama. Aji merasa nyaman berbincang dengannya, membuat
rasa penasaran Aji pada Putri semakin besar. Dan dengan malu-malu Aji meminta
nomor handphone Putri.
Dewi malam pun datang
menggantikan peran matahari. Dengan perasaan harap-harap cemas Aji mengirim
pesan singkat yang ditujukan untuk Putri. Ia sebenarnya sedikit ragu karena
disisi lain ia telah memiliki pasangan. Begitupun juga dengan Putri. Tapi rasa
penasarannya tidak tertahankan lagi. Hanya dengan tatapan Putri, dia bisa
melayang dan hatinya seakan berbunga-bunga. Perasaan inilah yang membuatnya
berani menghadapi resiko apapun. Beberapa menit berselang, ternyata Putri
membalas pesan singkat itu. Rasa penasaran dan keraguan yang sempat
dirasakannya hilang begitu saja, digantikan dengan rasa senang dan senyum yang
tidak lepas mengembang dari wajahnya. Setelah bertukar pesan singkat selama
beberapa hari timbul perasaan itu, perasaan yang sebenarnya salah, perasaan
yang membuat hatinya mengkhianati pasangannya. Perasaan itu adalah sayang. Sayang
yang tumbuh begitu saja tanpa bisa ditahan atau dikendalikan olehnya.
Matahari sedang
bersemangat merajai siang itu, membuat murid-murid ingin segera pulang setelah
berkutat dengan kesibukan masing-masing. Tapi tidak dengan Aji, dia enggan
langsung pulang karena saat itu ia berniat mendekati Putri dan menawarkan diri
untuk pulang bersamanya. Tetapi langkahnya terhenti saat melihat seorang
temannya terlebih dahulu mendekati Putri. Melihat kedekatan keduanya membuat
Aji diserang perasaan bingung dan gelisah, dia tidak tau harus berbuat apa.
Kecewa? Tentu saja. Cemburu? Sangat. Marah? Tidak perlu ditanyakan lagi.
Ditengah tidak karuan rasa itu dia memilih untuk menjauh dan membatalkan
niatnya semula.
Keesokan harinya,
terdengar kabar temannya yang bernama Rahman itu sedang melakukan pendekatan
dengan Putri. Dengan sangat berat hati, Aji memilih untuk mundur dan memberikan
kesempatan pada Rahman. Karena baginya, melihat Putri bahagia walau tidak
bersamanya sudah sangat cukup. Dia hanya perlu menjaga Putri dalam diam. Selang
beberapa hari setelah ia memutuskan untuk mundur, berhembus kabar yang
mengatakan bahwa murid kelas sebelah bernama Aldy sedang bersitegang dengan
Rahman. Mereka bersaing memperebutkan Putri. Akhirnya, Aldylah yang berhasil
mendapatkan hati Putri. Mendengar kabar itu Aji merasa semakin patah arang, ia
mearasa sudah tidak lagi mempunyai kesempatan untuk memenangkan persaingan
memperebutkan hati Putri. Perasaannya begitu kuat tetapi tidak diimbangi dengan
mulutnya yang terkunci rapat. Bahkan hanya sekedar untuk mengatakan perasaannya
saja dia takut. Dengan berat hati ia memilih untuk mundur dan melupakan
cintanya pada gadis manis itu, dia juga memutuskan untuk menjadi sahabat Putri,
ia akan berusaha menjadi sahabat terbaik yang pernah Putri miliki.
Beberapa bulan berlalu,
ternyata hubungan Putri dengan Aldy hanya bertahan seumur jagung. Hubungan
mereka merenggang dan akhirnya mereka memutuskan untuk berpisah. Aji yang
mengetahui kabar perpisahan itu seakan mendapatkan angin segar diteriknya
siang. Merelakan Putri untuk pria lain adalah kenyataan terpahit baginya.
Tetapi dengan kesempatan ini, rasa pahit itu seakan memudar begitu saja,
tekadnya semakin bulat untuk mendekati Putri. Segala usaha dilancarkan untuk
merebut hati gadis cerewet itu. Akan tetapi, ditengah gigihnya usaha
rupanya terhambat oleh kedatangan lelaki lain. Lelaki yang sebenarnya
sudah terkenal karena tabiat buruknya. Selain karena tidak bisa mendapatkan Putri, Aji juga kecewa
karena lelaki itu bukanlah lelaki yang baik untuk mendampingi Putri. Sekali
lagi, ia hanya bisa menjaga dan melindungi Putri dari jauh tanpa bisa
merengkuhnya.
Kekecewaan yang begitu
dalam membuat ia akhirnya berpikir untuk mendekati perempuan lain dan merelakan
Putri bahagia bersama pilihannya. Ami adalah perempuan yang dipilihnya
untuk menggantikan posisi Putri. Beberapa lama ia menjalin hubungan dengan Ami
perasaan itu masih ada, diam disudut hatinya. Nama Putri seakan telah tertancap kuat dihati dan
pikirannya tanpa ada yang bisa mencabutnya begitu saja. Raganya mungkin ada
untuk Ami tapi tidak dengan hatinya. Hati itu hanya bisa menerima Putri sebagai
penghuninya apapun yang terjadi. Merasa tidak bisa bertahan lama dengan
membohongi perasaannya pada Ami, Aji memutuskan untuk mengakhiri kisahnya dan
memilih menemani Putri disaat dia dibutuhkan.
Menyediakan
bahu untuk tangisan Putri adalah satu-satunya cara untuk menunjukkan rasa cintanya.
Bahkan ia rela menjadi pelarian Putri saat Putri sedang mempunyai masalah
dengan lelaki pilihannya itu. Dia yang akan menjadi orang pertama bagi Putri
untuk menghapuskan kegelisahan yang dirasakannya. Dia orang yang akan selalu
membantu Putri apapun keadaannya. Dia juga orang yang akan memberikan segalanya
hanya untuk Putri, orang yang sangat ia cintai. Aji melakukan semua ini tanpa
mengharapkan balasan apapun dari Putri. Ini semua ia lakukan hanya untuk
melihat Putri tersenyum, walaupun seyuman itu bukan
untuknya.
Sikapnya ini didukung
dengan kabar bahwa hubungan Putri dengan lelaki pilihannya akhirnya kandas akibat
perselingkuhan lelaki itu. Melihat tangisan Putri untuk lelaki lain
membuat Aji merasakan gemuruh yang berkecamuk didadanya. Aji larut merasakan
sakit yang dialami Putri. Tetapi dia tidak bisa melakukan apa-apa, bahkan hanya
untuk merengkuhnya pun dia tidak sanggup. Dia hanya bisa melihat Putri begitu
saja. Ingin sekali saat itu dia memendamkan kepala Putri di dadanya hanya untuk
membagi ketenangan, tetapi ia tau itu semua tidak mungkin. Melihat luka yang
dialami Putri begitu dalam, membuat Aji berjanji pada dirinya sendiri akan
selalu menjaga dan tidak akan pernah menggores hati yang telah rapuh itu. Dia
tidak sanggup melihat Putri terpuruk seperti itu, dengan niat yang tulus, ia
mulai mengirimi pesan singkat hanya untuk memberikan perhatian kecil, menjadi
tempat curahan hati Putri, menghibur dan menyanjungnya agar dia bisa mengobati
hati Putri yang luka. Namun sayangnya, langkahnya lagi-lagi terpotong oleh
datangnya seorang laki-laki lain. Kekecewaan tentu saja menyelimuti Aji,
pengorbanannya selama ini terasa sia-sia. Gadis mungil itu lebih memilih lelaki
lain sebagai tambatan hatinya. Dan untuk kesekian kalinya dia memutuskan untuk
mengalah dan memilih mencintai Putri dari kejauhan karena cinta memang tidak
harus memiliki.
Melindungi, menjaga,
menunggu dan menjadi tempatnya mengadu, itulah yang selalu Aji lakukan untuk
memperjuangkan cintanya. Hingga suatu saat datang seorang perempuan dari masa
lalunya. Perempuan yang dulu pernah menjadi pasangannya. Seakan membuka kembali
memori dulu Aji mencoba menumbuhkan perasaan cintanya untuk perempuan itu. Akan
tetapi seperti yang terjadi sebelumnya pada Ami, dia gagal. Perempuan itu
memang baik, tapi cintanya tidak bisa tumbuh begitu saja. Entah bagaimana
Putri benar-benar berhasil mengikat hatinya. Membuatnya tidak bisa merasakan cinta
yang lain lagi. Bahkan, entah kenapa cintanya pada Putri semakin kuat dan
perasannya bertambah yakin.
Hubungannya dengan
Putri menjauh, tidak seekat dulu. Bahkan mereka tidak
lagi berhubungan, hanya sebatas berbalas senyum bila berselisih di koridor sekolah.
Jujur saja, ini membuat Aji merasa sangat tertekan. Orang yang dicintainya
pergi dan seakan mustahil dimiliki olehnya. Merasa gagal dengan perempuan dari masa
lalunya ditambah dengan hubungannya dengan Putri yang belum juga membaik,
akhirnya Aji memilih dekat dengan perempuan lain yang tidak lain sahabatnya
sendiri, Ega. Berbagi pengalaman dan bercanda tawa membuat hubungan Aji dengan
Ega semakin dekat. Akan tetapi kedekatan ini tidak didasari perasaan apapun,
tidak ada rasa sayang atau cinta sedikitpun. Ega telah memiliki cinta didalam
hatinya begitupun juga dengan Aji yang masih menyimpan Putri sebagai cintanya.
Hingga suatu saat Aji
mendengar langsung dari mulut Putri kalau hubungan dengan kekasihnya berakhir.
Perasaan memiliki itu kembali meluap-luap. Tanpa ragu ia kembali mendekati
Putri dengan cara menjadi sahabat yang selalu menemaninnya setiap hari.
Mendengarkan semua keluh kesah Putri dan menemani Putri kemanapun. Usahanya ini
dibantu dengan seorang teman dekatnya yang juga merupakan sahabat Putri. Dia
membantu dengan
memberikan jalan agar Aji dan Putri lebih sering bertemu. Hingga sampailah pada
hari ini, disebuah tempat makan pinggir jalan. Tempat yang selalu menjadi
persinggahan Aji dan Putri setelah
pulang sekolah. Kini dihadapannya telah ada sebuah cinta yang tidak dapat digantikan
oleh siapapun.
***
“Aji! Kok melamun sih?
Mikirin aku ya? Hahaha” Suara dan tawa khas Putri membuyarkan lamunan Aji,
mengembalikan Aji pada kenyataan bahwa dia akan menyatakan semuanya
“Eh, katanya mau ada
yang diomongin? Apaan?” Tanya Putri lagi. Inilah saatnya, saat yang mendebarkan
bagi Aji. Keringatnya terus mengucur deras, dadanya sesak oleh
rasa gugup dan cemas. Tidak pernah Aji merasakan hal ini sebelumnya. Mulutnya
bahkan tidak mampu mengeluarkan sepatah katapun.
“Kenapa malah diam ji?
Ngomong apaan sih? Penasaran nih” desak Putri dengan wajah imutnya yang
memelas.
“Put, kita kan sudah
lama kenal. Kamu juga tau aku suka sama kamu..” ucapan Aji terhenti.
Kata-katanya menggantung penuh keraguan. Tangan dan baju Aji telah basah kuyup
oleh keringatnya sendiri
“Iya, terus kenapa?”
jawab Putri polos membuat Aji semakin diselimuti rasa cemas. Dengan sedikit
tersipu malu Aji mengeluarkan sesuatu dari tas ranselnya. Benda itu terlihat
sangat segar dengan warna putih yang bersih. Dibalut dengan bungkus transparan
berhiaskan ornament merah dan pita putih yan bertengger manis ditangkainya.
Benda itu memiliki arti cinta yang tulus dan suci karena itulah Aji memilih
benda itu sebagai simbol perasaannya.
Didepannya Putri
membulatkan mata terkejut. Melihat itu membuat Aji semakin tidak karuan rasa,
antara gemas, cemas dan gugup. Kata-kata yang telah dipersiapkannnya sejak
dirumah tadi hilang entah kemana. Yang tersisa disana hanya keheningan. Putri
masih Nampak terkejut dengan benda didepannya.
“Waw, mawar putih!
Bagus banget! Buat aku ya ji? Buat apaan, tumben ngasih?” Putri terlihat sangat
menyukai mawar itu. Rasa penasaran dan gembira tergambar jelas diwajah manisnya
“Put, 2 tahun aku
nunggu kamu. Sudah banyak aku mencoba kelain hati tapi jatuhnya pasti ke kamu
lagi..” Aji terdiam sejenak menghela nafas
“Aku juga gak mau
keduluan orang lagi. Sekarang, disini, aku mau kamu tau perasaan aku ke kamu.”
“Eh ji, aku kok gugup
ya. Kamu mau nembak aku kan? ih kok aku yang gugup ya?” Putri menyela Aji mencairkan
kegugupannya
“Putri, aku juga gugup
tau! Udah ah diem dulu, dengerin aku ngomong” Aji gemas juga akhirnya melihat
kelakuan Putri yang suka bercanda
“Langsung aja ya,
Will…You…Be…Mine?” Tanya Aji dengan terbata-bata. Ditangannya telah siap mawar
untuk diterima oleh Putri. Jantungnya semakin berdebar kencang. Putri hanya
diam, tidak menjawab atau pun menerima mawar itu. Membuat Aji semakin takut
“Kok diam sih Put?
Kamu gak bisa nerima aku?” Tanya Aji cemas
“Loh, kata kamu tadi
aku disuruh diam. Ini aku sudah diam loh ji” dengan polosnya Putri menjawab
“Putri! Gak gitu juga
sih maksud aku. Ya dijawab dong kalo aku udah nanya gitu” dengan gemas Aji
menjawab
“Emm” Putri terlihat
sedang berpikir keras
“Kamu mau tau
jawabannya ji? Mau tau aja atau mau tau banget? Hahaha” jawab Putri masih
dengan bercanda.
Aji yang diselimuti
rasa gemaspun akhirnya menjawab “Terserah deh” sedikit merajuk
“Hahaha, bercanda ji.
Oke sekarang aku jawab. I do” Putri membalas dengan senyum yang terlukis manis
diwajahnya. Tangannya terangat perlahan menerima mawar putih dari Aji.
Aji tidak tau lagi
harus berkata apa, hatinya benar-benar sangat senang. Penantiannya selama 2
tahun ini akhirnya terbayarkan sudah. Semua usaha dan pengorbanan yang dia
lakukan akhirnya indah pada waktunya. Aji berjanji dalam hatinya akan selalu
menjaga dan tidak akan membiarkan sang Putri lepas begitu saja.
Banjarmasin, 28 September 2012